KABARNEWSLINE —Dua pekan sudah berlalu sejak KM Doa Restu Ibu Jaya ditangkap oleh KN Tanjung Datu-301 Bakamla RI pada 25 April 2025 di perairan Selat Karimata, Lingga, Kepulauan Riau. Kapal kayu tersebut kedapatan membawa sekitar 600 karung atau 30 ton pasir timah ilegal tanpa dokumen sah, diduga kuat hendak diselundupkan ke Malaysia.
Kapal dan seluruh muatan telah diserahkan ke Direktorat Polairud Polda Kepri untuk penanganan lebih lanjut. Namun, hingga kini belum ada kejelasan publik mengenai siapa sebenarnya pemilik kapal maupun pemilik timah tersebut. Pertanyaan besar masih menggantung: siapa otak di balik penyelundupan ini?
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari aparat penegak hukum terkait identitas pemilik timah ataupun aktor utama dalam penyelundupan ini. Masyarakat Kepulauan Riau, khususnya di Lingga, menanti komitmen aparat dalam menuntaskan perkara ini hingga ke akar-akarnya.
“Ini bukan sekadar soal barang bukti, tapi menyangkut harga diri daerah. Jangan hanya pion yang dijadikan korban, pelaku utama dan pemodal besar harus diungkap,” tegas Datok Agus Ramdah, tokoh masyarakat asli Lingga yang juga menjabat sebagai Ketua DPD LAMI Provinsi Kepri.
Menurutnya, kasus penyelundupan timah di Kepri sudah bukan hal baru. “Dari dulu sampai sekarang, pola selalu sama. Yang ditangkap cuma pekerja dan nakhoda. Sementara pemilik modalnya tak pernah tersentuh hukum. Ini harus dihentikan.”
Datok Agus menekankan pentingnya transparansi dan keberanian aparat dalam mengungkap siapa yang sebenarnya berada di balik aktivitas ilegal ini. “Kami masyarakat Lingga ingin penegakan hukum yang berkeadilan. Jangan sampai rakyat terus jadi korban, sementara pelaku utamanya bebas berkeliaran di luar sana.”
Ia pun meminta pemerintah pusat turut mengawasi proses hukum agar tidak berhenti di permukaan saja. “Kami berharap Kapolda Kepri, Mabes Polri, dan instansi terkait benar-benar menyeriusi kasus ini. Ini tentang kedaulatan sumber daya alam kita. Jangan main-main,” pungkasnya.
Sejarah panjang penyelundupan timah di Kepri menunjukkan bahwa persoalan ini bukan sekadar tindak pidana biasa, melainkan sudah menjadi jaringan terstruktur yang selama ini sulit disentuh. Hingga kini, dalam banyak kasus, pemilik dan pemodal utama tidak pernah tertangkap atau diseret ke meja hijau.
Jika tren ini kembali berulang, bukan tidak mungkin penyelundupan serupa akan terus terjadi. Negara merugi, masyarakat kecewa, dan hukum kehilangan wibawanya.
0 Komentar