KABARNEWSLINE –Aktivitas penambangan pasir ilegal di kawasan Malang Rapat Tower, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, kian hari makin terbuka dan tak tersentuh. Di tengah seruan nasional menjaga kelestarian lingkungan hidup, kawasan ini justru menjadi potret nyata pembiaran yang mencolok.
Penambangan berlangsung tanpa papan izin, tanpa pengawasan, namun tetap mulus beroperasi. Sumber kerusakan lingkungan terus digali, meninggalkan jejak kehancuran pada bentang alam Malang Rapat Tower yang dulunya dikenal sebagai kawasan pesisir dengan vegetasi yang relatif utuh.
Ironisnya, pada saat yang sama, Kepolisian Republik Indonesia bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan baru saja menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Kesepakatan itu menegaskan komitmen terhadap penegakan hukum lingkungan, pencegahan pencemaran, dan perlindungan ekosistem. Namun implementasi di lapangan, khususnya di Bintan, seolah berjalan di arah yang berseberangan.
Pertanyaannya kini mengerucut: siapa sebenarnya sosok yang berdiri di balik tambang ilegal di Malang Rapat Tower? Banyak yang meyakini ada “orang kuat” yang melindungi operasi tersebut, sehingga aparat penegak hukum di wilayah Kepulauan Riau pun terkesan enggan bertindak tegas.
Tanpa tindakan nyata dan transparansi, komitmen lingkungan hanya akan menjadi dokumen di atas kertas. Malang Rapat Tower menjadi bukti nyata bahwa penegakan hukum bisa lumpuh ketika kepentingan tertentu bermain. Bersambung
0 Komentar