KABARNEWSLINE -Langkah aparat penegak hukum (APH) dalam memberantas tambang pasir ilegal di Kabupaten Bintan kembali menuai sorotan tajam. Penangkapan sejumlah pelaku tambang pasir ilegal oleh Polres Bintan pada 15 Juli 2025 justru memicu gelombang tanda tanya dan reaksi publik di media sosial.
Pasalnya, pada bulan Mei hingga Juni 2025, aktivitas tambang pasir ilegal di wilayah seperti Malang Rapat, Kawal, Korindo, hingga Kampung Banjar diduga berlangsung secara terbuka, masif, dan terorganisir. Truk pengangkut pasir lalu lalang, alat berat beroperasi tanpa hambatan, dan bahkan beberapa lokasi disebut-sebut sudah sempat dipasangi garis polisi.
Namun, selama periode tersebut, tak ada informasi publik soal pelaku yang berhasil diamankan. Penindakan baru dilakukan pada pertengahan Juli. Publik pun mempertanyakan: “Kemana saja aparat selama bulan Mei hingga Juni aktivitas ini berlangsung?”
Lebih tajam lagi, komentar-komentar di unggahan Facebook dan TikTok Tinta Jurnalis News menunjukkan kekecewaan dan dugaan serius dari warganet.
TikTok :
• "pintar bangsa kita yah . 😁😁😁"
• "knpa harus bingung bukankah selalu begitu 😁😁😁"
• "Tumbal,,,,"
Facebook:
• "Haaleeekh tiap taun gini aja terus,,tertibkan aja ngape,,,nak bangun pakai gule pasir,,atau import dri spore,m,sia"
• "Gimana cara gurus agar legal 😂"
• "tanya sama bahlil bpk"
• "Cukup dinasehati saja,jgn dipenjara,rakyat cari mkn.."
• "+62 cari makan tumbal, yg Marak hilang jejak ya🤣🤣"
• "Jika pasir itu ilegal, maka kegiatan itu bisa dikatakan mencuri pasir..
Hasil Curian Pasir itu pasti ada penampungnya atau kata Hukumnya Penadah Hasil curian…
Penadah barang curian adalah orang yang membeli, menerima, atau menyimpan barang yang diketahui atau seharusnya diketahui berasal dari tindak pidana, seperti pencurian.
Hukum Indonesia, melalui Pasal 480 KUHP, mengatur bahwa penadah dapat dipidana, baik jika mereka sengaja membeli atau menerima barang curian, atau jika mereka seharusnya tahu bahwa barang tersebut adalah hasil curian.
Pasal 480 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) berbunyi:
'Barang siapa membeli, menerima, atau menyimpan barang yang diketahui atau seharusnya diketahui bahwa barang itu diperoleh dari tindak pidana, dapat dipidana.'"
• "Entahlah"
• "Ini lho yg bikin hati masyarakat sakit'. yg kecil di tindak yg besar tidak."
• "Klu koruptor nangkap nya bukan seperti ini pula ya ,klu ini hanya mencari sesuap nasi nangkapnya seperti penjahat yg paling besar pula"
• "Itu namanya pilih kasih"
• "Cari RT sm bupati juga... tak ada mereka jg proyek ga jalan... jgn pilih kasih juga... apalagi dimana ada tambang pejabat2 hilang jejak ya🤣🤣"
• "Cukup dinasehati saja,jgn dipenjara,rakyat cari mkn.." (komentar ini sama seperti sebelumnya dan muncul kembali)
• "+62 cari makan tumbal, yg Marak hilang jejak ya..."
Kritik tersebut menggambarkan ketidakpuasan masyarakat atas pola penegakan hukum yang terkesan reaktif dan tidak menyentuh aktor utama. Dugaan kuat muncul bahwa penangkapan ini hanyalah cara meredam tekanan publik, bukan penindakan menyeluruh.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Polres Bintan mengenai alasan keterlambatan penindakan dan siapa sebenarnya dalang dari operasi tambang ilegal tersebut.
Publik mendesak agar penegakan hukum tak berhenti di tingkat pekerja lapangan, tetapi juga menyasar para pemodal, penyedia alat berat, dan pemilik lahan yang terlibat. Tambang ilegal bukan sekadar pelanggaran administratif ia merusak ekosistem, merugikan negara, dan bisa menyulut konflik horizontal di akar rumput.
Masyarakat kini menunggu: apakah akan ada keberanian dari APH untuk menindak “ikan besar”, ataukah kasus ini kembali berakhir pada pengorbanan “ikan kecil”?
0 Komentar