KABARNEWSLINE –Kepri tengah ramai memperbincangkan kebijakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Kawasan ikonik Gurindam 12 di Tanjungpinang, yang bertahun-tahun dibangun dengan dana APBD, kini ditawarkan melalui lelang kerja sama pemanfaatan kepada pihak swasta dengan masa pengelolaan hingga 30 tahun.
Proses tender ini dibuka sejak akhir Agustus 2025 dan dijadwalkan berakhir pertengahan September 2025. Hingga saat ini pemenang lelang belum diumumkan, namun langkah Pemprov sudah cukup memicu tanda tanya besar masyarakat: bagaimana nasib ruang publik kebanggaan yang lahir dari uang rakyat ini?
Gurindam 12 bukan sekadar jalan tepi laut. Ia wajah Kepri, simbol ruang terbuka yang sejak awal dirancang agar gratis dan dapat dinikmati siapa saja. Proyek ini menguras anggaran daerah untuk reklamasi, jalan lingkar, pedestrian, panggung seni, hingga ruang terbuka hijau. Semua dibiayai dari kocek publik.
Kini sebagian kawasan seluas ±7.450 m² terdiri dari blok parkir dan empat blok fasilitas umum sedang ditawarkan untuk dikelola pihak swasta dengan skema bagi hasil antara Pemprov dan mitra pengelola. Pemerintah menjanjikan akses publik tetap terjaga, namun detailnya belum sepenuhnya dijelaskan.
Pertanyaan pun menyeruak:
– Apakah wajar ruang publik yang dibangun dari uang rakyat diserahkan pengelolaannya ke swasta untuk jangka waktu sepanjang itu?
– Siapa yang menjamin aksesnya tetap gratis?
– Bagaimana memastikan fasilitas seperti parkir, panggung seni, jogging track, dan area publik lain tidak berubah menjadi ladang komersial?
Gubernur Kepri Ansar Ahmad sebelumnya menegaskan Gurindam 12 adalah aset Pemprov, bukan Pemkot Tanjungpinang. Namun masyarakat balik bertanya: jika pembangunan menggunakan APBD, bukankah sejatinya aset itu milik rakyat?
Di balik kemegahan Gurindam 12, tersimpan pertanyaan besar tentang tata kelola aset daerah. Uang rakyat sudah dikeluarkan untuk membangun tetapi siapa sebenarnya yang akan menikmatinya dalam 30 tahun ke depan?
0 Komentar