KABARNEWSLINE —Meski kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau tidak luput dari sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD TA 2024, BPK mengungkap adanya ketidaktertiban pengadaan barang medis dan obat-obatan di dua rumah sakit milik Pemprov Kepri: RSUD Raja Ahmad Tabib (RAT) dan RSJKO Engku Haji Daud (EHD).
Dalam Siaran Pers resmi BPK Kepri tertanggal 23 Juni 2025, ditemukan bahwa pengelolaan ambang batas belanja di kedua rumah sakit tersebut tidak berjalan sesuai ketentuan. BPK menyoroti adanya pengadaan barang habis pakai dan obat-obatan dengan umur simpan yang nyaris habis bahkan telah melewati masa kedaluwarsa.
Angka-angka Mengejutkan:
- 44 jenis obat dan alat medis dibeli dalam kondisi mendekati batas kedaluwarsa
- 32 jenis lainnya sudah melewati masa pakai
- Nilai potensi kerugian ditaksir mencapai hampir Rp1 miliar
Pengadaan tersebut disebut tidak efisien, tidak efektif, dan tidak tepat guna. Argumen rumah sakit bahwa pembelian dilakukan karena stok distributor terbatas tidak diterima oleh BPK, karena dianggap tidak logis dan tidak sesuai prosedur pengadaan barang milik negara.
Hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari RSUD RAT, RSJKO EHD, maupun Dinas Kesehatan Provinsi Kepri. Ketiadaan tanggapan ini justru menambah kecurigaan publik terhadap minimnya akuntabilitas dan transparansi dalam penggunaan dana pelayanan kesehatan.
Menanggapi temuan resmi BPK tersebut, Ketua Lembaga Aliansi Masyarakat Indonesia (LAMI) Kepri, Datok Agus Ramdah, mengecam keras lemahnya pengawasan dalam pengadaan barang di sektor kesehatan.
"Ini bukan temuan biasa. Kita sedang bicara tentang nyawa manusia, bukan alat kantor. Kalau pengadaan obat saja tak dijaga mutunya, lalu siapa yang akan melindungi pasien?" tegas Datok Agus saat diwawancarai Kabar Newsline, Kamis (4/7/2025).
Menurutnya, pengadaan barang kedaluwarsa adalah bentuk kelalaian serius yang bisa menimbulkan bahaya langsung bagi masyarakat, terlebih bila sudah digunakan dalam pelayanan medis.
"Pemprov harus segera buka suara. Jangan tunggu ada korban baru bertindak. Kami dari LAMI Kepri siap mengawal kasus ini, bahkan hingga ke aparat penegak hukum bila ditemukan unsur pelanggaran atau penyimpangan anggaran," tegasnya.
Datok Agus juga menyoroti bahwa opini WTP tidak boleh dijadikan tameng untuk menutupi kelemahan mendasar dalam sistem pengadaan. Menurutnya, LHP BPK justru menunjukkan bahwa meski secara laporan keuangan terlihat baik, pengelolaan teknis di lapangan masih bermasalah.
"Kami tidak anti WTP. Tapi WTP itu tak ada artinya jika realitanya rakyat tetap menerima obat kadaluarsa. Ini soal tanggung jawab moral dan hukum. Jangan sampai ini jadi preseden buruk bagi pelayanan kesehatan di Kepri," pungkasnya.
KABARNEWSLINE, akan terus mengawal isu ini dan membuka ruang klarifikasi bagi pihak RSUD RAT, RSJKO EHD, serta Dinas Kesehatan Provinsi Kepri. Publik menanti langkah nyata, bukan sekadar janji, dalam menjamin pelayanan medis yang aman, transparan, dan bebas dari praktik penyimpangan.
0 Komentar